1.
Proses Pengolahan Susu Sapi
Susu mengandung nilai gizi yang tinggi, namun mudah
sekali mengalami kerusakan terutama oleh mikroba. Dalam keadaan normal, susu
hanya bertahan maksimal 4 jam setelah pemerahan tanpa mengalami kerusakan
maupun penurunan kualitas. Namun dapat pula
terjadi kerusakan susu kurang dari 4 jam setelah pemerahan. Hal ini terutama
karena tidak terjaganya kebersihan ambing atau pemerahnya pada waktu pemerahan
berlangsung. Agar susu yang diproduksi terjaga kebersihannya, hendaklah
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a)
Kesehatan Sapi
Perah.
Sapi perah yang
menderita penyakit menular dapat memindahkan penyakitnya ke manusia melalui air
susu. Oleh karena itu dengan tata laksana yang baik, sapi perah akan terbebas
dari penyakit Zoonosis yaitu penyakit
yang dapat menular pada manusia seperti (TBC, brucellosis, anthrax) dan
mastitis. Agar sapi perah bebas dari penyakit TBC, setiap tahun perlu diuji
dengan tuberkulinasi test. Sapi yang menunjukkan reaksi positif harus
dikeluarkan/dipisahkan dari kelompoknya dan dipotong. Untuk mencegah penyakit brucellosis dan anthrax perlu dilakukan vaksinasi yang teratur. Untuk mencegah
penyakit mastitis sebaiknya pengobatan dilakukan pada waktu sapi perah sedang
dalam keadaan masa kering.
b)
Cara Pemberian
Pakan.
Beberapa macam
pakan, misalnya silage, lobak, kubis dan sebagainya menyebabkan bau pada air
susu. Untuk mencegah jangan sampai susu berbau pakan, sebelum atau pada saat
sapi diperah jangan diberi pakan tersebut. Pemberian pakan yang berbau 1-4 jam
sebelum diperah, akan menyebabkan susu berbau. Jenis hijauan unggul yang baik
digunakan dalam ransum sapi perah selain pakan penguat (konsentrat) adalah :
rumput gajah, rumput raja, rumput lampung dan lamtorogung yang sudah dilayukan.
c)
Persiapan Sapi
Yang Akan Diperah.
Sesaat sebelum
memerah, ambing sapi dan daerah lipat pahanya di lap dengan lap bersih yang
telah dibasahi dengan air hangat. Pengguntingan rambut daerah lipat paha akan
menjamin kebersihan susu. Pembersihan dengan tangan saja tetap mengotori ambing
dan susu.
2.
Tahap – tahap
pemanenan susu sapi adalah sebagai berikut:
a)
Pemerahan
Proses pemerahan akan sangat mempengaruhi kualitas susu
sapi. Proses pemerahan harus dilakukan secara higienis, meliputi kebersihan
peralatan yag digunakan, kebersihan ambing sapi, dan kebersihan pemerah
sendiri.Proses pemerahan dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan
tangan atau secara otomatis dengan menggunakan mesin penyedot vakum. Dalam
metode pemerahan manual, ember mulut sempit digunakan untuk menampung susu
sewaktu diperah. Penggunaan ember dengan mulut sempit
dapat mengurangi jumlah kuman dalam susu. Pencucian peralatan misalnya ember, milk can, botol dan lain-lain sebaiknya
dengan menggunakan air panas dan larutan desinfektan (klor). Hal ini dapat
melarutkan lemak susu yang menempel pada alat-alat tersebut. Peralatan yang
tidak bersih dalam penanganan susu mengakibatkan susu banyak mengandung kuman
dan menjadi cepat rusak. Pemerahan secara otomatis dengan menggunakan pemerah
vakum akan mempunyai tingkat keamanan dari kontaminasi yang lebih tinggi.
Namun, perlu diperhatikan kebersihan ambing sapi dan mesin penyedot.
Kontaminasi dari udara luar maupun pemerah dapat dihindari dengan menggunakan
metode pemerahan sedot vakum.
b)
Penyimpanan
Dingin
Susu harus segera
disimpan pada suhu dingin segera setelah pemerahan. Pada suhu dingin, kerusakan
susu dapat diperlambat. Pendinginan susu bertujuan untuk menahan mikroba
perusak susu agar jangan berkembang, sehingga susu tidak mengalami kerusakan
dalam waktu yang relatif singkat. Pendinginan susu dapat dilakukan dengan
memasukkan susu ke dalam cooling unit,
lemari es ataupun freezer.
Untuk daerah
pegunungan ada cara sederhana yakni dengan mengalirkan air dingin terus menerus
pada bak dimana wadah susu ditempatkan. suhu yang diperoleh antara 15 – 10 oC. Teknik
pendinginan semacam ini dilakukan untuk tujuan penyimpanan atau terjadi
penundaan pengiriman. Pada suhu 12 oC, susu tahan hingga 12 jam, 8 oC
tahan 12-24 jam; dan pada suhu 4 oC dapat disimpan hingga 72 jam.
Pada umumnya, industri susu yang telah berkembang menggunakan metode
pendinginan pada 4oC dengan menggunakan cooling unit.
Cooling unit memiliki prinsip kerja yang sama dengan refrigerator,
yaitu dengan menggunakan sistem kompresi uap. Refrigerasi kompresi uap terdiri
atas empat komponen utama, yakni kompresor, kondensor, katup ekspansi, dan
evaporator. Kondensor dan evaporator sesungguhnya merupakan penukar kalor (heat exchanger) yang berfungsi
mempertukarkan kalor diantara dua fluida, yakni antara refrigerant dengan
fluida luar (bisa berupa air ataupun udara).
Pada proses 1−2, kompresor menaikkan tekanan uap
refrigerant. Kenaikan tekanan ini diikuti dengan kenaikan temperatur uap
refrigerant. Pada tingkat keadaan (TK) 2, uap refrigerant berada pada kondisi
uap super-panas. Pada proses 2−3, uap refrigerant memasuki kondensor dan
mendapatkan pendinginan dari kondensor. Pendinginan ini terjadi akibat
pertukaran panas antara uap refrigerant dengan fluida luar (misalnya udara
lingkungan ataupun air pendingin). Refrigerant keluar dari kondensor pada TK 3
dalam kondisi cair jenuh, atau bisa juga pada kondisi cair sub-dingin.
Refrigerant kemudian memasuki katup
ekspansi. Katup ekspansi ini pada prinsipnya berupa penyempitan daerah aliran
yang berakibat pada penurunan tekanan fluida secara drastis. Idealnya,
refrigerant melalui katup ekspansi (proses 3−4) secara iso-entalpi (isentalpi).
Pada TK 4, refrigerant berada dalam kondisi campuran cair dan uap. Karena
refrigerant berada pada tekanan jenuhnya
(tekanan penguapan), maka dia akan mengalami penguapan; hukum alam menyatakan
bahwa penguapan membutuhkan energi, terjadilah penyerapan energi termal dari
luar evaporator yang menyebabkan efek pendinginan oleh mesin refrigerasi. Cooling unit terdiri dari cooling tank¸ peralatan pendingin, pengaduk, dan panel kontrol.
c)
Pengolahan Susu
Dikenal berbagai
macam dan bentuk susu olahan, yaitu antara lain:
-
Susu Pasteurisasi
-
Susu Evaporasi
-
Susu Sterilisasi/UHT
-
Susu Fermentasi
-
Yoghurt
-
Ice Cream
-
Mentega/Butter
-
Keju/Cheese
-
Susu Bubuk/Milk
Powder
Dari berbagai
macam produk olahan susu perlu diingat bahwa apapun macam produk olahan susu,
selalu diawali dengan proses pasteurisasi. Proses pasteurisasi adalah proses
pamanasan susu untuk membunuk mikroba – mikroba yang mencemari susu. Selain
pasteurisasi, perlakuan panas yang sering digunakan untuk pengolahan susu
adalah strilisasi dan UHT (Ultra High
Temperature).
Pasteurisasi susu
adalah pemanasan susu dibawah temperatur didih dengan maksud hanya membunuh
kuman ataupun bakteri patogen, sedangkan sporanya masih dapat hidup. Ada 3 cara pasteurisasi
yaitu :
a. Pasteurisasi lama
(low temperature, long time).
Pemanasan susu dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi dengan waktu
yang relatif lama (pada temperatur 62-65 °C selama 1/2 -1 jam).
b.
Pasteurisasi singkat (High
temperature, Short time). Pemanasan susu
dilakukan pada temperatur tinggi dengan waktu yang relatif singkat (pada
temperatur 85 - 95 °C selama 1 - 2 menit saja)
c. Pasteurisasi dengan Ultra High Temperature (UHT). Pemasakan
susu dilakukan pada temperatur tinggi yang segera didinginkan pada temperatur
10 °C (temperatur minimal untuk pertumbuhan bakteri susu). Pasteurisasi dengan
UHT dapat pula dilakukan dengan memanaskan susu sambil diaduk dalam suatu panci
pada suhu 81 °C selama ± 1/2 jam dan dengan cepat didinginkan. Pendinginan
dapat dilakukan dengan mencelupkan panci yang berisi susu tadi ke dalam bak air
dingin yang airnya mengalir terns menerus
Sterilisasi susu adalah proses pengawetan susu yang
dilakukan dengan cara memanaskan susu sampai mencapai temperatur di atas titik
didih, sehingga bakteri maupun kuman berikut sporanya akan mati semua. Pembuatan susu
sterilisasi dapat dilakukan dengan cara:
a.
Sistem UHT yaitu
susu dipanaskan sampai suhu 137 °C - 140 °C selama 2 - 5 detik.
b. Mengemas susu dalam
wadah hermetis kemudian memanaskannya pada suhu 110 - 121 °C selama 20 - 45 detik.
3.
Pengawasan Mutu
Susu
Berdasarkan
batasan/standar codex, (Milk Codex)
pengujian mutu susu penting artinya, dan harus dikerjakan. Dengan pengujian
mutu susu dapat dihindarkan usaha-usaha pemalsuan susu, yang mengakibatkan mutu
susu tidak sesuai dengan codex susu (Milk
Codex). Penyimpangan susu antara lain dapat dikelompokkan sebagai berikut :
(1) penyimpangan
susunan susu, hal ini terjadi apabila susu dicampur dengan bahan-bahan yang
kurang nilainya atau bahan yang tidak bernilai (misalnya : air, air beras dll),
(2) penyimpangan
keadaan susu, hal ini terjadi apabila susu kotor, berbau busuk atau berbau
obat-obatan.
Penyimpangan-penyimpangan
susu ini dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, karena mengandung bakteri yang
menyebabkan penyakit tertentu misalnya TBC, abortus dan sebagainya. Disamping
itu susu yang mutunya menyimpang tidak dapat dipakai untuk pembuatan/pengolahan
produk susu seperti keju atau mentega, karena mutunya menyimpang hasil
produknya juga menyimpang.
Pada saat susu
keluar setelah diperah, susu merupakan suatu bahan yang murni, higienis,
bernilai gizi tinggi, mengandung sedikit kuman (yang berasal dari ambing) atau
boleh dikatakan susu masih steril. Demikian pula bau dan rasa tidak berubah dan
tidak berbahaya untuk diminum. Setelah beberapa saat berada dalam suhu kamar,
susu sangat peka terhadap pencemaran sehingga dapat menurunkan kualitas susu.
Kualitas susu yang sampai ditangan konsumen terutama ditentukan antara lain
oleh:
1. Jenis ternak.
2. Pakan yang
diberikan.
3. Kesehatan ternak.
4. Penanganan
5.
Kebersihan dan
kesehatan peternakan atau perusahaan susu
Pemeriksaan susu dimaksudkan guna menjamin konsumen
menerima susu dengan kualitas yang baik dan memberikan peluang yang baik untuk
perkembangan peternakan sapi perah. Pengujian mutu susu biasanya dilakukan
terhadap sifat-sifat fisik, kimiawi dan uji biologik.
A.
Pengujian mutu susu
secara fisik dapat dilakukan secara sederhana dan mudah dilakukan antara lain:
1.
Uji Kebersihan,
meliputi warna, bau, rasa dan ada tidaknya kotoran dalam susu (dengan
menggunakan kertas saring).
2.
Uji Berat Jenis (uji
BJ) dilakukan dengan menggunakan alat laktodensi meter (Rata-rata BJ susu =
1,028). Apabila susu encer maka BJ susu menjadi rendah atau di bawah standar.
3.
Uji Masak : uji ini
digunakan untuk menentukan adanya penyimpangan dalam susu. Pelaksanaannya
sangat sederhana yaitu dengan memasak susu dalam tabung reaksi. Susu yang
berkualitas baik bila tidak terlihat endapan-endapan. Bila terlihat endapan,
susu tersebut kurang baik. Endapan ini biasanya
dapat diakibatkan karena derajat asam susu terlalu tinggi.
4.
Uji Alkohol
dilakukan dengan cara : pada tabung reaksi dimasukkan susu dan alkohol 70%
dengan perbandingan sama. Bila pada dinding tabung reaksi terdapat endapan-
endapan, hal itu menunjukkan penyimpangan-penyimpangan mutu susu misalnya susu
menjadi asam, susu bercampur dengan kolostrum atau adanya mastitis. Kolostrum
adalah susu pertama kali yang dihasilkan sapi setelah beranak, setelah ± 5 hari
susu sapi telah normal kembali. Kolostrum sangat kental, berlendir dan berwarna
kuning kemerahan (hal itu menunjukkan adanya penyimpangan mutu susu).
B.
Pengujian mutu susu
secara kimiawi umumnya dilakukan di Laboratorium dengan proses yang lebih rumit
antara lain:
1. Uji kadar lemak susu
: Rataan kandungan lemak susu sesuai milk
codex adalah 2,8 %.
2. Uji kadar Protein
susu : Rataan kandungan protein susu pada milk
codex adalah 3,5%.
C. Pengujian mutu
susu secara biologik dilakukan di Laboratorium meliputi:
1. Uji Reduktase :
apabila angka reduktase yang diuji lebih besar dari angka milk codex (> 1),
berarti kandungan kuman dalam susu relatif banyak.
2. Uji Katalase :
apabila angka katalase yang diuji lebih besar dari angka milk codex (> 0), berarti susu yang diperiksa mengandung banyak
kuman
3. Uji Breed:
apabila jumlah kuman dalam susu yang diuji lebih besar dari angka codex (> 1
juta kuman / cc), berarti susu yang diperiksa mengandung banyak kuman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar