Pupuk organik
bisa dibuat dalam bermacam-macam bentuk. Pemilihan bentuk ini tergantung pada
penggunaan, biaya, dan aspek-aspek pemasaran lainnya. Salah satu bentuk yang
banyak dipakai adalah granul. Membuat pupuk granul sebenarnya tidak terlalu
sulit. Secara garis besar pupuk granul dapat dibuat dengan cara seperti di
bawah ini.
Bahan yang
diperlukan dalam pembuatan kompos granul:
1.
Pupuk kompos
2.
Kotoran ternak yang telah kering
3.
Dolomit
Pupuk kompos
yang digunakan adalah pupuk kompos matang. Cara pembuatan pupuk kompos, adalah:
1. Persiapan Bahan
Bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan kompos berupa sampah organik,
misalnya: jerami, daun, dll. Bahan-bahan yang akan di komposkan harus disortir
terlebih dahulu untuk memisahkan komponen anorganik, seperti plastik, gelas,
logam, dll.
2. Pengecilan Ukuran
Bahan-bahan yang akan dikomposkan dicacah terlebih dahulu untuk
mengecilkan ukuran. Tujuan pengecilan ukuran adalah untuk meningkatkan
efisiensi pada saat dekomposisi oleh bakteri.
3. Pencampuran
Bahan yang telah di cacah kemudian dicampur dengan bioaktivator.
Biaktivator adalah biakan mikroba yang berfungsi mempercepat proses dekomposisi
bahan membentuk kompos.
4. Dekomposisi
Selama proses dekomposisi terjadi penguraian bahan-bahan membentuk
kompos. Proses dekomposisi dapat dilakukan dengan metode tradisional maupun
metode modern dengan menggunakan mesin. Metode tradisional dilakukan dengan
cara menumpuk bahan dengan ukuran 2 m x 1 m x 1,5 m (P x L x T). Pada tumpuka
diberi aersi berupa batang bambu yang sudah dilubangi di sepanjang sisinya.
Pada bagian atas tumpukan ditutup dengan terpal untuk menjaga kestabilan suhu
dan kelembaban. Metode modern dapat dilakukan dengan menggunakan mesin seperti rotary drum.
Suhu dan kadar air sangat mempengaruhi proses ini sehingga harus selalu
di pantau. Suhu diukur dengan menggunakan termometer. Apabila suhu melebihi 45oC
maka harus dilakukan pembalikan untuk menurunkan suhu. Kadar air diperiksa
dengan meremas. Kadar air yang diinginkan adalah apabila terdapat percikan
kecil air pada sela-sela jari saat bahan diremas. Air ditambahkan apabila bahan
terlalu kering.
5. Pematangan
Kompos yang
telah matang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau
seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota . Apabila kompos tercium bau yang tidak
sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawasenyawa berbau
yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan
mentahnya berarti kompos masih belum matang.
b.
Kekerasan Bahan
Kompos yang telah matang akan
terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan
asalnya, tetapi ketika diremasremas akan mudah hancur.
c.
Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang
adalah coklat kehitamhitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya
mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang. Selama
proses pengomposan pada permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium
jamur yang berwarna putih.
d.
Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot
kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada
karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar
antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses
pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
e.
Suhu
Suhu kompos yang sudah matang
mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di
atas 45oC, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif dan
kompos belum cukup matang.
f.
Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam
bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3 – 4 benih).
Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa
benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan
kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke2 atau
ke3 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di
dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan
oleh banyaknya benih yang berkecambah.
6. Pengecilan Ukuran dan Pengayakan
Pupuk kompos yang telah matang di
cacah dan diayak untuk mendapatkan ukuran yang seragam.
Pupuk kompos selanjutnya dibentuk
menjadi granul dengan proses sebagai berikut :
1. Persiapan Bahan Baku
Persiapan bahan baku dilakukan
sendiri-sendiri. Jadi jika bahan baku
terdiri dari tiga bahan, maka proses ini juga terbagi menjadi tiga bagian.
Bahan untuk membuat pupuk organik granul harus dalam bentuk tepung. Sebagian
bahan baku bisa
diperoleh atau dibeli dalam bentuk tepung, seperti: kaptan, zeolit, dolomit,
atau fosfat alam. Sebagian bahan kemungkinan diperoleh dalam bentuk bongkahan
ukuran yang besar. Bahan-bahan ini harus diolah terlebih dahulu hingga
berbentuk tepung. Proses persiapan bahan baku
terdiri dari tiga tahap, yaitu: pengeringan, penghalusan, dan pengayakan.
2. Pengeringan
Proses pertama adalah pengeringan bahan. Bahan baku , kompos misalnya, dikeringkan terlebih
dahulu. Pengeringan bisa dilakukan dengan cara dijemur atau dengan menggunakan
mesin pengering. Pengering dilakukan hingga kadar air kurang dari antara 10-15%
atau sampai kompos bisa ditepungkan.
3. Penghalusan
Penghalusan bisa dilakukan
secara manual atau dengan menggunakan mesin. Penghalusan secara manual misalnya
dengan cara ditumbuk. Penghalusan dengan mesin menggunakan mesin cacah khusus.
Penggunaan mesin menghasilkan kompos yang lebih halus dengan kapasitas yang
lebih besar daripada cara manual.
4. Pengayakan
Untuk mendapatkan ukuran
tepung yang seragam, kompos yang telah dihaluskan diayak. Pengayakan
menggunakan ayakan (screen) halus. Pengayakan bisa dilakukan secara
manual atau menggunakan mesin ayak. Yang perlu diperhatikan adalah mesin ayakan
harus tertutup atau dilengkapi dengan penyedot debu, karena tepung bisa terbang
ke mana-mana. Bahan yang tidak lolos ayakan dikembalikan ke mesin
penghalus/pencacah untuk dihaluskan kembali. Jika bahan perlu bahan tersebut
dikeringkan lagi agar mudah ditepungkan. Bahanbahan yang sudah tidak bisa
dihaluskan bisa dijadikan pupuk organik curah. Jadi tidak ada bahan yang
terbuang.
5. Pencampuran
Semua bahan sesuai dengan
resepnya dicampur menjadi satu. Pencampuran harus dilakukan baik agar semua
bahan tercampur merata. Dalam skala kecil pencampuran dapat dilakan secara
manual dengan menggunakan tenaga manusia dan sekop. Dalam skala besar
pencampuran dilakukan dengan menggunakan mixer (mesin pencampur).
Apabila perekatnya berbentuk tepung, penambahan perekat dilakukan pada proses
ini.
6. Granulasi
Semua bahan yang telah
tercampur selanjutnya dibuat granul dengan menggunakan pan granulator. Perekat
(jika dalam bentuk cair) ditambahkan secara perlahan-lahan hingga terbentuk
granul.
7. Pengeringan
Granul yang baru keluar
dari pan granulator biasanya masih basah. Granul ini perlu dikeringkan hingga
kadar air kurang lebih 10-15%. Pengeringan granul bisa dengan cara dijemur di
bawah sinar matahari atau dengan menggunaka mesin pengering.
8. Pengayakan
Meskipun dilakukan dengan
sebaik-baiknya, umumnya granul tidak benar-benar seragam. Ukuran granul
bervariasi dari yang terkecil hingga besar. Ukuran granul yang biasa diinginkan
antara 3 – 5 mm. Memisahkan ukuran granul dilakukan dengan cara pengayakan.
Granul yang berukuran kecil digunakan kembali dalam proses granulasi, sedangkan
granul yang berukuran besar dihaluskan dan digunakan sebagai bahan baku kembali. Granul yang reject
atau pecah-pecah juga dapat dijual sebagai pupuk organik curah. Jadi sekali
lagi tidak ada bahan yang dibuang.